Article Detail

Resikaholik: Wujudkan Budaya Resik Bebas Sampah 2020

Resikaholik

 

Kata serapan resikaholik tak sepopuler kata serapan seperti workaholik, englishaholik, maupun alkoholik. Resikaholik berasal dari kata sifat resik atau bersih. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bersih atau resik berarti bebas dari kotoran, bening tidak keruh (menggambarkan air), tidak berawan (menggambarkan langit), tidak tercemar, tidak terkena kotoran, dan tidak dicampur dengan  unsur atau zat lain, masih asli. Bersih juga mewakili sifat manusia yang tulus, ikhlas, tidak bernoda, suci, jelas, dan rapi.

Holik atau aholik merupakan akhiran untuk mengkaitkan suatu kata dengan kecanduan. Sedangkan menurut kamusslang.com holik artinya addicted, alias nagih, alias ketergantungan yang parah. Misalnya saja movieholic yang berarti suka banget nonton film. Shopaholic berarti gila belanja, coffeeholic yang berarti gila kopi. Workaholik yang berarti seseorang yang kecanduan kerja, englishaholik sebagai seseorang yang kecanduan berbahasa Inggris, dan  alkoholik yang merupakan orang atau binatang yang kecanduan alcohol.

Dalam tulisan ini, resikaholik saya artikan sebagai seseorang yang teramat sangat kecanduan akan kebersihan. Jadi, segala sesuatu di sekitar saya harus resik bahkan steril. Resikaholik di sini saya maksudkan untuk memotivasi kita, muda, berumur, segala bidang pekerjaan, tak terbatas oleh apapun untuk menghayati dan menghidupi keresikan. Resikaholik bukan sesuatu yang negative. Justru di sini saya mengajak kita untuk memahami dan merasakan akan arti pentingnya keresikan/kebersihan. Betapa indahnya lingkungan kita tanpa sampah yang menggunung yang sebenarnya sangat bisa kita kurangi dengan cara yang sangat sederhana.

Sebenarnya iklan detergen “berani kotor itu baik”, sejak kecil saya sudah mempraktikannya. Selain diajak berfikir kreatif, iklan itu secara tidak langsung mengajak dan mengajari kita untuk tidak takut atau jijik memegang sampah, mengambilnya, kemudian membakarnya (misalkan sampah jenis plastic yang tak bisa terurai), dibuat pupuk kompos dan pupuk kandang (misalnya sampah dari dedaunan dan kotoran ternak, maka tanaman sayur atau tanaman hias akan tumbuh subur dan sehat dengan pupuk sendiri, hemat), atau mencuci dan menggunakannya lagi dengan inovasi terbaru, misalnya sampah atau barang bekas dari bungkus pewangi dijadikan tas, hiasan dinding, dan lain sebagainya.

Saya adalah salah satu orang yang sangat tidak suka dengan penggunaan tissue. Saya anti tissue. Kita melihat sampah tissue tercecer di mana-mana mengotori lingkungan. Selain sebagai sumber penyakit karena banyak kuman/virus/ingus menempel, juga sangat tidak sedap dipandang mata dalam bentuk apapun. Ada solusi untuk mengatasi sampah tersebut. Apapun fungsi tissue, bisa kita kurangi atau bahkan tidak memakainya dengan menggunakan barang penggantinya, yaitu handkerchief atau saputangan yang fungsinya hampir 100% (seratus persen) sama.

 Saya sangat tertarik membagikan pengalaman saya memakai atau menggunakan saputangan yang benar dan bersih untuk mengurangi kuman yang menempel pada saputangan.

  1. Bersihkan atau buanglah ingus atau kotoran makanan atau apapun yang menempel di sekitar mulut atau tangan di kran air yang mengalir. Apabila tidak ada kran air bisa langsung ke kamar mandi maupun toilet. Selain untuk mempraktikkan norma kesopanan, membuang kotoran di kamar mandi atau di tempat yang ada kran airnya jauh lebih bersih dan nyaman. Coba bayangkan kita membuang ingus di dalam kelas atau di dalam kantor atau di tempat umum!
  2. Bersihkan lagi kotoran tersebut dengan air hingga bersih sebersih-bersihnya.
  3. Gunakan saputangan untuk mengelap air yang membasahi mulut dan tangan kita.
Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment