Article Detail

Hati yang Terbuka: Kunci Gerbang Kebahagiaan

Hati yang terbuka berarti hati yang memiliki sikap penghargaan terhadap cara berfikir rasional, dinamis, serta terbuka terhadap pembaharuan (pendidikan) serta bersedia menerima kritik yang membangun. Salah satu hal yang sangat menarik dan relevan baik di lingkungan sekolah, sosial media, maupun masyarakat saat ini adalah menurunnya nilai – nilai moral. Bagaimana sekolah menanggapi hal ini? Bersyukurlah kita berada di bawah naungan Yayasan yang sungguh peduli terhadap pendidikan nilai atau yang lebih dikenal dengan istilah PKT (Pendidikan Karakter Tarakanita). Poin ke empat misi Yayasan menyebutkan: Mengupayakan agar di sekolah-sekolah diselenggarakan pendidikan tentang religiusitas dan pendidikan nilai yang membantu peserta didik mengembangkan watak yang baik, sikap jujur, adil dan budi pekerti yang luhur.

 

Jelas, bahwa sekolah tidak hanya mengejar keunggulan akademik atau IQ. Namun, tidak sedikit orangtua yang menuntut sekolah untuk menekankan sisi IQ saja. Hal ini masih dialami oleh TK Santo Yosef Lahat, banyak orangtua yang berprinsip satu-satunya kunci sukses adalah IQ. Anak TK dituntut untuk pandai membaca, menulis, dan berhitung sehingga kelak menjadi orang yang sukses, kaya raya, menjadi pejabat. Memang menjadi sukses dan kaya raya adalah impian bagi hampir semua orang, dan ini akan lebih sempurna lagi apabila orangtua turut mendukung pendidikan nilai: watak yang baik, sikap jujur, adil dan budi pekerti yang luhur.

 

Dalam pertemuan FKKSKM bulan lalu, sekolah mengajak orangtua untuk bersama-sama terbuka terhadap pembaharuan pendidikan dan memahami makna pendidikan nilai/pendidikan karakter bagi anak yang tumbuh beriringan dengan nilai-nilai akademik/IQ. Bagaimana nasib anak kita, apabila memiliki kecerdasan IQ yang luar biasa namun dalam hidup sehari-hari sering berkata jorok, berkelahi dengan teman, mudah marah, mudah tersinggung, membuat onar saat bermain bersama di kelas, ribut saat upacara bendera di sekolah? Orangtua menyambut baik ajakan ini dan mereka semakin terbuka untuk bekerjasama dengan sekolah. Dalam sharing, rata-rata orangtua memiliki hambatan yang sama dalam mendidik anak-anak di rumah. Anak-anak sulit diatur oleh orangtua sendiri. Mereka lebih hormat dan lebih menuruti nasehat guru – guru untuk rajin belajar, berbicara sopan, dan bersikap ramah. “Saya mengharapkan anak-anak menjadi lebih mandiri, jujur, bertanggungjawab, disiplin, tekun, namun merdeka, bahagia – tidak tertekan. Saya tertarik memasukkan anak saya di sini karena ada banyak kegiatan ekstrakurikuler yang membantu anak menemukan minat dan bakat. Misal, adanya Drum Band, Angklung, Menari, Menyanyi, dan Fashion Show. Selain itu pada hari Sabtu selalu diadakan Sabtu Bersih untuk melatih kepekaan dan kepedulian anak terhadap lingkungan. Kalau hanya pintar membaca, menulis, dan berhitung saja, saya bisa memasukkannya di tempat les yang fokus mengajarkan materi calistung saja. Jadi, saya bersyukur dan bahagia sekali anak saya dididik di TK Santo Yosef ini,” jelas mama Ckevin mendukung .

 

Bahagia bisa diartikan sebagai keberhasilan dalam melewati tantangan, menghadapi persoalan hidup, dan menjadi pribadi bermoral, berserah diri pada Tuhan, tidak hanya memiliki uang jajan banyak untuk bersenang-senang dengan pesta dan berbelanja, namun lepas bebas, merdeka – jauh dari tekanan. Orangtua mana yang tidak berkehendak buah hatinya berhasil meraih semua itu? Untuk mencapai nilai-nilai tersebut anak-anak sejak dini bisa dilatih, dan dibutuhkan kerjasama antara guru di sekolah dan orangtua di rumah. Di rumah, orangtua wajib memantau aktivitas-aktivitas anak apakah anak sudah melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru, mengerjakan PR, dan membantu orangtua. Walaupan hasilnya tidak terlalu baik dalam mengerjakan, membereskan kamar tidur, dan mencuci piring, namun orangtua sebaiknya tetap menghargai dan memuji, kemudian melanjutkan pekerjaan beres-beres tersebut tanpa sepengetahuan anak atau setelah anak bermain atau saat anak belajar di luar kamar. Orangtua tentu berharap agar anak mampu melaksanakan tugas dengan kerelaan hati tanpa paksaan. Namun, bagaimana bisa mengajarkannya? Tanpa kita sadari, anak – anak selalu memperhatikan, mengamat-amati, menirukan, dan membiasakan diri melakukan atau berperilaku seperti yang kita lakukan. Jadi, apa yang sebaiknya kita lakukan? Kita bisa menjadi teladan bagi mereka.

 

“Pencapaian ini tidak lepas dari cara mendidik dengan hati yang selama ini kami terapkan di sini. Bagaimana bisa anak-anak dituntut untuk bisa membaca, menulis, berhitung, bernyanyi, melompat, bersikap jujur, sopan, mandiri, bertanggungjawab, merdeka – lepas bebas, dan bahagia kalau guru dan orangtua belum menghidupi hal-hal tersebut? Saat ini yang diperlukan anak – anak hanyalah contoh atau teladan atau role model.” jelas Kepala TK, ibu L. Marmini, S.Pd. Beliau sangat antusias dalam mensharingkan pengalamannya dengan anak-anak dalam mendidik mereka dengan hati. Cara ini sangat ampuh untuk menciptakan kebahagiaan atau kesuksesan dalam diri anak maupun diri sendiri.

 

Berbekal dari pengalaman Dani Ronnie M. dalam bukunya berjudul Seni Mengajar dengan Hati, terbitan Elex Media tanggal 7 September 2005, sekolah mulai menerapkan 16 pilar ini:

  1. Kasih sayang yang menentramkan perasaan anak didik.
  2. Penghargaan/pujian yang tulus serta melatih anak untuk mengucapkan kata ‘terimakasih’ bila diberi hadiah/pujian.
  3. Memberikan kesempatan dan ruang untuk anak supaya berkembang. Misal, white board, bangku, dan sarana belajar lain seperti gambar – gambar berwarna yang membangkitkan semangat belajar anak dan memungkinkan anak untuk lebih imajinatif dan kreatif. 
  4. Memberikan kepercayaan pada anak agar anak merasa yakin bahwa dia ‘bisa’.
  5. Bekerjasama dan berinovasi dengan anak didik.
  6. Saling berbagi dan melayani
  7. Memberi semangat dan motivasi
  8. Saling Mendengarkan
  9. Saling berinteraksi secara positif, sikap hangat, intonasi bicara yang ramah, ekspresi yang menarik. Kemampuan soft skill ini bisa dilatih.
  10. Memberikan teladan.
  11. Saling mengingatkan dengan tulus untuk melakukan hal baik.
  12. Saling menularkan antusiasme.
  13. Saling menggali potensi diri/bakat.
  14. Rendah hati dalam mengajari sehingga anak merasa tidak digurui tetapi seolah sedang belajar bersama.
  15. Saling menginspirasi, memberikan teladan dan contoh – contoh karya dan kreativitas sehingga anak-anak merasa tertarik untuk melakukan hal sama bahkan lebih.
  16. Saling menghormati perbedaan karena perbedaan adalah sumber pengetahuan yang memperkaya wawasan.

 

Keterbukaan hati terhadap pembaharuan membawa kemudahan untuk menjadi pribadi yang berhasil – merdeka – bahagia. Bahagia – merdeka karena berhasil menjadi pribadi yang bisa membawa diri, bersikap santun, menahan amarah, dan lepas dari himpitan persoalan yang menekan. Kecerdasan IQ sejatinya mesti diimbangi dengan kecerdasan EQ – sopan santun, watak yang baik, sikap jujur, adil dan budi pekerti yang luhur.

 

Oleh : Suprapto
Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment